Friday, March 21, 2014

Krisis Politik Ukraina

Akhir-akhir ini situasi politik di Ukraina memanas, diawali dengan kejatuhan Presiden Viktor Yanukovych dari tampuk kekuasaannya dan diambil alih oleh pihak oposisi, masuknya . Sebenarnya apa yang menjadi penyebab krisis politik di Ukraina ini?


Awal dari krisis Politik Ukraina ini disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah Ukraina yang akan menandatangani nota perdagangan dengan Uni-Eropa. Selama ini Ukraina kebijakan ekonominya lebih dekat ke Rusia, disaat krisis ekonomi yang menyulitkan kondisi perekenomian rakyat Ukraina, rakyat Ukraina berharap dengan dibukanya hubungan ekonomi dengan Uni-Eropa. Akan tetapi perjanjiaan dengan Uni-Eropa ini mendadak batal untuk ditandatangani oleh Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, dan tentunya hal ini membuat marah rakyat Ukraina, sehingga aksi protes dilancarkan oleh rakyat di penjuru negeri. Batalnya pernjanjian ini disebabkan oleh adanya tekanan dari Rusia yang masih tidak rela daerah bekas wilayah uni soviet tersebut berpaling dari Rusia. Rakyat Ukraina menuduh Presiden Viktor Yanukovych dipengaruhi oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dengan iming-iming kekayaan yang selama ini terlihat dengan rumah mewah yang dimiliki Presiden Ukraina Viktor Yanukovych. Setelah Presiden Ukraina Viktor Yanukovych dikudeta, dikabarkan beliau pergi meninggalkan Ukraina dan bersembunyi di Moskow, walau Presiden Rusia Vladimir Putin membantah bahwa Rusia melindungi Viktor Yanukovych.


Aneksasi Crimea


Setelah Presiden Ukraina Viktor Yanukovych diturunkan dari kekuasaannya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengintruksikan pasukan militernya untuk bergerak menuju Crimea, yang merupakan wilayah Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Crimea ini mempunyai sejarah mirip dengan Timor Timur di Indonesia yang bukan wilayah awal negara Ukraina, dimana pada saat itu Uni Soviet memberikan wilayah Crimea kepada Ukraina dengan syarat kebijakan pemerintah Ukraina harus Pro kepada Rusia. Setelah Presiden Viktor Yanukovych yang pro Rusia dikudeta oleh oposisi yang menginginkan bergabung dengan Uni-Eropa, Rusia kembali berusaha merebut Crimea dari wilayah Ukraina.


Kenapa Uni-Eropa melunak?


Beberapa negara di dunia terutama Amerika Serikat mengecam keras aneksasi Rusia terhadap wilayah Ukraina di Crimea. Akan tetapi berbeda dengan Uni-Eropa yang walaupun mengecam, Uni-Eropa terlihat sangat lunak terhadap langkah Rusia menganeksasi Crimea. Uni-Eropa tidak dapat bersikap terlalu keras terhadap aksi militer Rusia ini karena motif ekonomi juga. Negara-negara Uni-Eropa selama ini kebutuhan Energinya dipasok oleh Rusia. Minyak dan Gas Bumi yang di butuhkan oleh Negara-negara Uni-Eropa selama ini sebagian besar dipasok dari Rusia yang pipanya melalui Ukraina. Uni-Eropa tidak ingin kebutuhan energinya terganggu apabila bersikap keras terhdap Rusia, sehingga Rusia menyetop Suplay energi untuk negara-negara Uni-Eropa.


Referendum Crimea


Setelah Proses aneksasi yang dilakukan oleh Militer Rusia. Maka diadakanlah referendum untuk penduduk Crimea memilih antara bergabung dengan Ukraina atau bergabung dengan Rusia, referendum ini berlangsung dengan cepat, dan hasil akhirnya telah diputuskan bahwa penduduk Crimea memilih bergabung dengan Rusia dan lepas dari Ukraina. Hal ini sangat mudah diprediksi karena mayoritas penduduk Crimea beretnis Rusia. Sementara minoritas seperti kaum Tatar sangat khawatir dengan keputusan ini, karena tujuh puluh tahun lalu pasca Perang Dunia ke-2 terjadi diskriminasi terhadap kaum Tatar yang mayoritas beragama Islam oleh Uni-Soviet. Dan saat ini kaum Tatar mulai merasa cemas karena mulai adanya diskriminasi oleh pemerintah Rusia setelah referendum.



Walau Situasi Politik di Ukraina saat ini masih belum stabil, akan tetapi kondisinya masih cenderung kondusif. Perundingan-perundingan masih terus berjalan. Dan dipastikan Pemerintahan Ukraina yang baru akan bergabung dengan barat dalam kebijakan ekonominya, semoga krisis politik ini segera selesai dan rakyat Ukraina bisa kembali membuka secercah harapan baru dengan bergabungnya Ukraina dengan Uni-Eropa. Salam Demokrasi!

No comments: