Wednesday, January 23, 2013

Banjir Besar Jakarta 2013, Salah Siapa?



Siklus Banjir besar 5 tahunan kembali melanda Ibukota negara ini, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah banjir yang konon sudah sering terjadi sejak zaman penjajahan Belanda dahulu kala Dimana Jakarta masih bernama Batavia, lalu apa sebenarnya yang menjadi penyebab banjir di Jakarta ini dan darimana air penyebab banjir itu berasal?. Masih ingat siklus hidrologi? siklus hidrologi ini pernah dipelajari di mata pelajaran geografi di SMP atau SMA Dimana air laut yang mengalami evaporasi(penguapan) dibawa awan ke daerah daratan hingga pegunungan dan di daratan itulah air hasil evaporasi diturunkan melalui hujan. Air hujan tersebut secara ilmiah sebagian besar mengalami infiltrasi(menyerap ke tanah) sebanyak 85 % dan sisanya melalui permukaan tanah berupa saluran air dari gorong-gorong hingga sungai sebanyak 15 %. Baik air yang menyerap ke tanah maupun melalui permukaan tanah berupa saluran air, keduanya akan kembali ke laut. Akan tetapi air yang melalui permukaan akan lebih cepat sampai laut dan air yang menyerap ke tanah secara pelan-pelan berjalan ke laut melalui bawah tanah dan selama musim kemarau manusia dapat memanfaatkan air bawah tanah ini. Dari siklus hidrologi tersebut kita dapat mengetahui apa penyebab banjir di Jakarta mulai dari Hulu di daerah Bogor, hingga hilir di teluk Jakarta.

Daerah hulu kawasan Bopuncur
Kawasan Bopuncur(Bogor, Puncak, Cianjur) ini mempunyai peranan sangat vital dalam bagian siklus hidrologi sebagai wilayah untuk penyerapan air hujan dan juga merupakan hulu sungai Ciliwung yang merupakan sungai terbesar yang melalui Jakarta. Sayang sekali kondisi wilayah ini semakin hari semakin kritis, di daerah Puncak saat ini telah berubah dari hutan daerah pegunungan menjadi hutan beton dimana vila-villa, taman rekreasi, perkebunan semakin banyak sehingga daerah tangkapan hujan dan daya serap tanah terhadap air semakin rendah dan dampaknya air hujan yang turun di daerah tersebut langsung melimpas melalui saluran air dan sungai.

Daerah Aliran Sungai (DAS)
Setelah rusaknya lingkungan di kawasan hulu, Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi, dimana limpahan air yang tidak dapat menyerap ke tanah akan melalui sungai. Saat ini DAS Ciliwung juga mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia juga, mulai dari pendangkalan, penyempitan, hingga pencemaran air sungai. DAS Ciliwung ini tidak mempunyai kendali semacam waduk atau bendungan, memang ada bendungan Katulampa yang dibangun sejak zaman Belanda, tapi bendungan ini tidak mempunyai fungsi sebagai pengendali air, bendungan ini digunakan hanya untuk memantau kondisi debit air yang melalui Ciliwung agar masyarakat di DAS Ciliwung mulai dari Bogor hingga Jakarta waspada akan adanya potensi banjir yang diakibatkan besarnya volume air yang melalui sungai Ciliwung.

Secara alamiah sungai itu seharusnya semakin ke hilir semakin lebar dan dalam, akan tetapi sungai Ciliwung semakin ke daerah hilir justru semakin menyempit, hal ini diakibatkan adanya pembangunan rumah-rumah di bantaran kali Ciliwung yang sulit untuk ditertibkan ditambah rumah di bantaran kali tersebut membuang sampah di sungai makin rumitlah persoalan, sudah sungai semakin sempit, adanya sedimentasi lumpur, ditambah lagi adanya sumbatan sampah yang memenuhi sungai yang mengakibatkan aliran air terhambat, imbasnya kembali kepada penduduk yang mempunyai rumah di bantaran sungai Ciliwung akan sering dilanda banjir setiap hujan. Selain harus di keruk dan diperlebar, seharusnya Ciliwung ini mempunyai pengendali di daerah alirannya seperti waduk untuk menjadi penampungan air sementara jika terjadi banjir sehingga air tidak langsung mengalir ke Jakarta dan waduk tersebut dapat menjadi sumber air disaat musim kemarau, rencananya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan bekerja sama membangun waduk di daerah Ciawi, Bogor sebagai pengendali banjir, semoga saja pembangunan waduk tersebut bisa terwujud.

Kanal Banjir Barat
Sejak Tahun 1920 Jakarta sudah mempunyai kanal banjir yaitu kanal Banjir Barat yang membentang dari Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput sampai Pluit, kanal banjir ini merupakan ide Pemerintah Kota Batavia yang mempunyai fungsi membagi air sungai Ciliwung di pintu air Manggarai agar tidak melalui pusat kota, sehingga wilayah Jakarta Pusat sekarang seperti Istana Negara, Mesjid Istiqlal tidak mengalami banjir, Pembangunan kanal banjir ini awalnya cukup efektif untuk mengurangi beban sungai Ciliwung yang besar, akan tetapi dalam siklus banjir besar 5 tahunan tetap saja kanal Banjir Barat ini tidak dapat menampung derasnya air sungai Ciliwung sehingga pintu air ke arah Ciliwung lama yang melalui Istana Negara harus dibuka sehingga Presiden harus ikut berbanjir ria di istana. Sementara muara Kanal Banjir Barat ini di daerah peluit dibagi lagi pada tahun 1983 dengan dibangunnya Cengkareng Drain untuk membantu aliran air dari Kanal Banjir Barat menuju laut, karena muara Kanal Banjir Barat yaitu waduk Pluit sudah tidak cukup menampung luapan air dari Kanal Banjir Barat. Perlu kita ketahui bahwa sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut sehingga air sungai maupun air dari kanal sulit untuk menuju laut, di Pluit  dibangun waduk dengan pompa air raksasa untuk menyedot air dari waduk menuju laut. Di Banjir besar tahun 2013 ini Pluit merupakan daerah terparah yang tergenang air dan sulit untuk surut, hal ini di akibatkan oleh matinya listrik sehingga pompa raksasa di waduk Pluit tidak dapat berfungsi untuk menyedot air dari waduk, sedangkan faktor lainnya adalah maraknya reklamasi pantai di daerah tersebut seperti di Pantai indah Kapuk dimana tanah reklamasi tersebut lebih tinggi daripada daratan, sehingga aliran air menuju laut sulit untuk menuju laut . Untuk penyebab tenggelamnya jantung Kota Jakarta di daerah Bundaran HI hingga peristiwa Basement UOB Plaza, hal ini disebabkan oleh jebolnya tanggul Kanal Banjir Barat di daerah Jalan Latuharhary, sehingga air dari Kanal Banjir Barat yang deras masuk ke Basement Plaza UOB dan menggenangi kawasan Jalan MH. Thamrin dan Bundaran HI.

Kanal Banjir Timur
Kanal Banjir Timur ini baru saja selesai tahun 2010 oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan pembebasan lahannya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta , kanal banjir ini merupakan ide turunan Belanda dulu dimana ada Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur yang melalui pinggiran Kota Jakarta. Kanal Banjir Timur saat ini membentang dari daerah Cipinang hingga daerah Marunda, Jakarta Utara. Walau sudah selesai, Kanal Banjir Timur ini belum efektif digunakan, hal ini dikarenakan belum terhubungnya Kanal Banjir Timur dengan sungai Ciliwung dan belum dibangunnya Waduk di daerah Marunda, Jakarta Utara. Sedangkan Pemerintah Pusat saat ini sedang membuat rencana sudetan Ciliwung ke Banjir Kanal Timur di daerah Cipinang dengan bentuk terowongan air sepanjang 2,5 Km untuk mengatasi meluapnya air sungai Ciliwung.

Daya Serap Air di Jakarta
Jika melihat dari foto udara, wilayah Jakarta penuh dengan bangunan-bangunan, naik itu gedung perkantoran, apartemen, pemukiman penduduk, pabrik,dan pusat perbelanjaan. Sangat minim sekali tempat atau ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi sebagai penyerap air hujan ke dalam tanah. Jika kita perhatikan nama-nama daerah di Jakarta, banyak sekali daerah yang berawalan dengan nama Rawa, memang benar sekali daerah itu dahulunya rawa, danau atau situ yang diperuntukkan untuk menyerap dan menampung air hujan di Jakarta. Proyeksi pemerintah akan kebutuhan ruang terbuka hijau di Jakarta semakin menurun, di era orde lama di proyeksikan ruang terbuka hijau sebesar 38 %, era orde baru 28 % dan era Reformasi semakin menurun menjadi 13 %, sedangkan ruang terbuka hijau di Jakarta saat ini berkisar antara 3-5 % dan itupun semakin menyusut. Beberapa daerah ruang terbuka hijau yang telah berubah fungsi contohnya adalah di kawasan Senayan, kawasan tersebut diperuntukkan untuk arena olah raga dan ruang terbuka hijau, tapi saat ini disekitarnya dibangun beberapa gedung, mulai dari pusat perbelanjaan Senayan City, FX, Ratu Plaza, hingga hotel Sultan, Mulia, Century Park. Di daerah Grogol yang dulunya merupakan rawa untuk menampung air dari Kali Grogol kini sudah berfungsi menjadi pusat perbelanjaan Mall Taman Anggrek, Central Park, Ciputra, Seasons City. Belum lagi di wilayah Kelapa Gading yang dulunya merupakan rawa yang bermuara di Danau Sunter sudah berubah menjadi perumahan mewah dan pusat perbelanjaan. Tidak mungkin untuk menghancurkan bangunan-bangunan tersebut  dan merubahnya menjadi ruang terbuka hijau kembali, selain efek ekonomi, efek hukum pun akan rumit karena bangunan-bangunan tersebut sudah mempunyai izin sebagai kekuatan hukum tetap.

Solusi untuk mengatasi minimnya daerah penyerapan air ke tanah di Jakarta adalah menggalakan sumur serapan. Sumur serapan atau biopori ini berfungsi untuk menyerap air hujan sehingga air hujan yang jatuh di atap rumah atau gedung tidak melimpas langsung ke saluran air tapi masuk ke dalam sumur serapan, di musim kemarau warga pun tidak akan kesulitan air karena cadangan air tanah Jakarta akan terjaga.

Kesimpulan
Penyebab banjir Jakarta selama ini lebih dikarenakan oleh manusianya sendiri, mulai dari membangun vila-villa di kawasan hulu sebagai tempat peristirahatan, membangun rumah di bantaran sungai, pembangunan yang tidak pro lingkungan, pelanggaran akan tata kota yang justru dilakukan oleh pemerintah. Solusi utama dalam masalah banjir ini adalah kembalikan alam yang lestari, tuhan selalu seimbang dalam menciptakan alam bagi kehidupan manusia, disaat keseimbangan alam rusak maka alam akan murka kepada yang merusaknya.  Rencana pembangunan infrastruktur banjir seperti Deep Tunnel, Kanal Banjir, waduk, dan lainnya tidak akan efektif tanpa dibarengi dengan upaya mengembalikan kelestarian alam mulai mengembalikan fungsi alam di kawasan hulu dengan menertibkan vila-villa di daerah tersebut, mengeruk dan memperlebar daerah aliran sungai Ciliwung yang sedimentasinya tinggi baik oleh lumpur maupun sampah, untuk sampah ini ada kaitannya dengan adanya pemukiman di bantaran kali yang sering kali membuang sampah dikali bagai tong sampah raksasa, pemukiman di bantaran kali ini harus ditertibkan dan diberikan fasilitas pembuangan sampah yang memadai seperti bak sampah, dan sampah tersebut harus rutin diangkut untuk menghindari penumpukan sampah. Meningkatkan lahan terbuka hijau sebagai tempat penyerapan air dan penggalakan program sumur serapan, serta tertib kepada tata ruang yang sudah ditetapkan dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.