Wednesday, July 02, 2008

Praktek Tender yang Buruk (Dalam Pengelolaan APBN

Meskipun terdapat banyak masalah dalam proses perencanaan anggaran di sisi pemerintah dan parlemen, proses implementasi adalah muara dari kebijakan anggaran dan yang paling memiliki potensi terbesar terjadinya kerugian negara dan masyarakat.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah bagian dari siklus anggaran yang paling penting sekaligus paling bermasalah. Siklus anggaran bergerak dari perencanaan di tingkat pejabat perencana di departemen atau dinas pemerintah, masuk ke daftar tim anggaran pemerintah, dibahas dalam panitia anggaran legislatif, kemudian disahkan lewat paripurna Dewan dan diimplementasikan lewat proses tender. Meskipun terdapat banyak masalah dalam proses perencanaan anggaran di sisi pemerintah dan parlemen, proses implementasi adalah muara dari kebijakan anggaran dan yang paling memiliki potensi terbesar terjadinya kerugian negara dan masyarakat.


Kerugian negara pada proses tender dapat disebabkan oleh tidak rasionalnya nilai proyek yang disepakati karena penggelembungan anggaran atau tidak bermutunya proyek pemerintah yang dikerjakan (misalnya proyek jalan tol yang ambles). Kerugian kedua biasanya disebabkan oleh dipilihnya pelaksana proyek yang punya tabiat memperbesar budget proyek atau bahkan tidak memiliki kemampuan atau tidak memenuhi kualifikasi dalam melaksanakan pekerjaan. Dipilihnya pemenang dari mereka yang seharusnya kalah tender bisa disebabkan oleh banyak faktor: kedekatan, uang, tekanan politik, atau tekanan kekuasaan karena jabatan yang lebih tinggi.


Kasus surat Sekretaris Kabinet yang saat itu santer sebenarnya hanyalah salah satu modus dalam praktek buruk pengadaan. ICW mendaftar 10 bentuk korupsi yang berkaitan dengan pengadaan. Di antaranya penggelapan, penyuapan, uang komisi, bisnis orang dalam, pilih kasih, dan penyalahgunaan wewenang. Pada prakteknya, dalam pengadaan seperti di atas dapat terjadi dua atau tiga modus secara bersama-sama dalam satu kasus.


Pengalaman kasus yang pernah ditangani pejabat hukum Indonesia menunjukkan dimenangkannya perusahaan yang buruk dalam pengadaan pemerintah karena perusahaan bersangkutan memiliki hubungan yang dekat dengan pejabat yang menjadi eksekutor proyek. Dalam kasus ini, modus suap terjadi untuk membangun kedekatan dan kesepakatan awal dan ada uang komisi sebagai imbalan jika proyek digolkan. Untuk mengusahakan agar proyek tersebut bisa diarahkan ke pihak tertentu, pejabat atau panitia tender dapat melakukan penggelapan dengan tidak membuka identitas peserta tender.


Mereka juga melakukan diskriminasi atau pilih kasih dengan mempersulit peserta tender lain. Tidak hanya itu, mereka mengirimkan surat sakti agar dapat mempengaruhi keputusan panitia tender atau bahkan untuk membatalkan proses tender dan mengarahkannya ke penunjukan secara langsung dengan berbagai alasan. Dalam beberapa kasus, pejabat terkait juga sering kali membocorkan pagu anggaran. Akibatnya, pengajuan proyek dapat didekatkan dengan nilai anggaran untuk memaksimalkan keuntungan sehingga tender menjadi tidak berguna karena tidak mendukung asas efisiensi anggaran.


Praktek surat sakti memiliki konsekuensi hilangnya jabatan akibat tidak patuh pada atasan, apalagi atasannya bukan sembarang atasan. Akibatnya, instansi atau dinas pemerintah bersangkutan harus menurut untuk memuluskan jalan perusahaan tertentu menjadi pemenang. Dalam kasus yang melibatkan Sekretaris Kabinet, Sun Hoo Engineering sudah berkali-kali berupaya membangun kedekatan dengan pemerintah Indonesia sejak 2004 (Koran Tempo, 27 Februari 2006). Upaya pendekatan sudah pernah dilakukan dengan Hamzah Haz, yang pada saat itu masih menjabat wakil presiden. Upaya kedua dilakukan kepada Sekretaris Kabinet pemerintah Yudhoyono-Kalla, yang merupakan orang terdekat di lingkaran kekuasaan.


Ini menunjukkan proyek yang diusulkan tentu bukan sembarang proyek. Selain dananya besar, kepentingan bisnis yang menanti di balik keberhasilan proyek ini juga sudah di depan mata, melihat lokasi proyek yang strategis untuk pengembangan usaha.


Terlepas dari besarnya tanggungan APBN terhadap megaproyek bernilai triliunan ini, upaya Sun Hoo dapat dikategorikan upaya mempengaruhi kebijakan anggaran. Tugas ini seharusnya ada di tangan pejabat perencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri sebagai instansi teknis.
Dengan mendekati Sekretaris Kabinet, Sun Hoo tentu saja membutuhkan dukungan kekuasaan yang lebih besar yang tidak lain berada di tangan Presiden.


Keterlibatan Sekretariat Kabinet, terlepas dari mana yang benar di antara dua surat yang ditandatangani Sudi Silalahi, tentu tidak dapat diterima. Pertama, instansi yang dikomandoi Sudi bukanlah instansi teknis yang bersangkutan. Kedua, sudah disebutkan nama perusahaan, yang menyiratkan keberpihakan orang atau instansi yang terdekat dengan Presiden ini. Dapat dikatakan bahwa pada kasus ini telah terjadi indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dan upaya menjagokan perusahaan tertentu. Hal ini jelas melanggar aturan pengadaan yang menyebutkan pengadaan barang dan jasa pemerintah (tender) harus dilakukan agar pembiayaan APBN atau APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka, dan bersaing.
Juga harus dilakukan secara adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Ketentuan ini diperkuat dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur agar keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan (pasal 3 No.1).


Hal ini harus menjadi preseden bagi penegakan hukum atas indikasi korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ini tentu saja menjadi tantangan sekaligus ujian berat bagi pemerintah Yudhoyono-Kalla.

No comments: