Wednesday, July 09, 2008

Penunjukan Langsung dalam Pengadaan Tinta Pemilu 2004 dan Prosedur yang ada dalam KEPRES No.80 Tahun 2003

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah saat ini sering kita dengar di berbagai media massa nasional. Pada masa orde baru mungkin jarang sekali kita melihat pengumuman pelelangan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Media massa, namun setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003, setiap kegiatan Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus diumumkan di media massa. Dengan adanya Peraturan tersebut diharapkan setiap Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah itu dilakukan secara efisien, efektif, terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Beberapa saat yang lalu setelah Pemilihan Umum 2004 berakhir muncul kasus-kasus yang berhubungan dengan Penyediaan Logistik PEMILU 2004. Dan beberapa pelakunya berhasil dibawa ke meja hijau dan akhirnya berhasil dipenjarakan. Tetapi dari sekian dari banyak kasus tersebut ada yang salah satu keputusan hukumnya masih menimbulkan polemik hingga saat ini. Yaitu mengenai Kasus Prof. Rusady Kantaprawira dalam pengadaan Tinta Pemilihan Umum.
Pada sewaktu menjadi Ketua Panitia Pengadaan Tinta PEMILU Prof. Rusady melakukan metode penunjukan langsung terhadap pemenang kualifikasi pengadaan tinta PEMILU, hal ini disebabkan waktu yang terbatas dan pada waktu itu produsen tinta dalam negeri tidak ada yang memenuhi kualifikasi standar yang telah ditetapkan KPU, berhubung waktu yang semakin terbatas tersebut pada saat sidang Pleno KPU yang pada saat itu dihadiri oleh Ketua KPU juga, Prof. Rusadi selaku Ketua Panitia Pengadaan Tinta Pemilu menyarankan agar dilakukan penunjukan langsung karena para produsen tinta tidak mampu untuk menyediakan tinta PEMILU tepat pada waktunya, sehingga Ketua KPU pun menyetujui saran dari Prof. Rusady untuk menunjuk beberapa produsen tinta tidak hanya satu produsen tetapi beberapa produsen tinta yang sudah memenuhi standar KPU yang saat itu meliputi produsen lokal dan juga produsen dari India yang ditunjuk langsung dalam pengadaan tinta KPU tersebut.
Yang menjadi permasalahan dalam penunjukan langsung tersebut adalah kesalahan prosedur, dalam konteks pengadaan tinta Pemilu 2004, metode penunjukan langsung dapat dibenarkan untuk dipakai dengan pertimbangan waktu yang sangat mepet. Namun sayangnya, panitia pengadaan menerapkan metode tersebut dengan prosedur yang tidak sesuai dengan Keppres No. 80/2003. Jadi, pemilihan metode penunjukan langsung dibenarkan, hanya saja tidak sesuai dengan ketentuan.
Salah satu kesalahan Prosedur Panitia Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Legislatif 2004 adalah tidak melakukan pengumuman. Padahal, Pasal 10 ayat (5) Keppres No. 80/2003 menetapkan salah satu tugas suatu kepanitiaan pengadaan adalah mengumumkan pengadaan barang/jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, dan jika memungkinkan melalui media elektronik. Tetapi berdasarkan penelusuran penyidik tidak ditemukan bukti panitia telah melakukan pengumuman di media. Dikatakan melanggar Peraturan yang ada yaitu Keppres No. 80/2003 sehingga Prof. Rusady Didakwa sebagai tersangka dalam kasus Kesalahan Prosedur tersebut.
Sebenarnya dalam kasus tersebut Prof. Rusadi hanya mengusulkan penunjukan langsung dalam pengadaan tinta PEMILU 2004. Sedangkan keputusan berada di Pejabat Pembuat Komitmen yaitu Ketua KPU. Dan menurut pendapat beberapa ahli hukum, dakwaan tersebut tidaklah tepat dijatuhkan kepada Prof. Rusady karena pasal – pasal yang dijatuhkan untuk mendakwa Prof. Rusady tersebut hanyalah pasal apabila terjadi situasi yang normal, sedangkan yang dilakukan oleh Prof. Rusady adalah situasi darurat di mana panitia pengadaan Tinta PEMILU harus menyediakan dalam waktu yang sangat sempit sehingga dilakukanlah proses penunjukan langsung.
Jika kita merujuk sebenarnya siapa yang bertanggung jawab dalam proses penunjukan langsung tersebut, Sebenarnya Laporan atau usul panitia kepada KPU tidak memaksa dan tidak mengikat. KPU sebagai lembaga dan penggunaan barang dan jasa mempunyai kekuasaan dan wewenang serta hak penuh untuk menolak atau menerima apa yang diusulkan atau dilaporkan oleh panitia pengadaan. Dengan diterimanya usul panitia pengadaan oleh KPU dan diterbitkannya SK KPU tentang penunjukan rekanan penyedia barang dan jasa, maka secara hukum KPU telah mengambil alih tanggung jawab dari panitia pengadaan.
Sehingga, pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah KPU, bukan panitia pengadaan yang sudah selesai dan dibebaskan dari tanggung jawabnya.

Berdasarkan pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan tinggi maupun kasasi menyebutkan berdasarkan fakta persidangan tidak terbukti bahwa Prof. Rusady menikmati uang negara sesuai dengan dakwaan penuntut umum. Jika dikatakan yang diperkaya adalah rekanan, maka hal tersebut sangat tidak logis dan tidak adil, karena pengusaha mana pun juga pasti untuk mendapatkan keuntungan. Fakta persidangan membuktikan bahwa keuntungan para perusahaan rekanan sebesar 10 hingga 15 persen secara bisnis dan akuntansi masih dalam batas kewajaran.
Proses penunjukan langsung rekanan dengan sistem" multi winner"(beberapa pemenang ) dan perata-rataan harga tinta merupakan bentuk penyelesaian yang adil dan bijak mengingat tidak ada satu pun perusahaan tinta yang mampu menyediakan seluruh kebutuhan tinta pemilu dalam waktu singkat. Tindakan itu dilakukan untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan Pemilu. Sehingga, kalaupun tindakan tersebut dikatakan melawan hukum secara formal, hal tersebut tetap saja tidak dapat dipidana karena ada dasar pembenar atau alasan pemaaf.
Sebenarnya dalam perkara pengadaan tinta pemilu legislatif 2004, keuangan negara tidak dirugikan karena harga tinta tersebut di bawah Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta di bawah pagu anggaran dari Departemen Keuangan. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, serta unsur dapat merugikan keuangan negara tidak terbukti.
Apabila salah satu unsur pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Prof. Rusadi itu tidak terbukti, maka dakwaan itu harus dinyatakan tidak terbukti. Maka, majelis hakim agung pada tingkat kasasi, telah jelas melakukan kekhilafan dan kekeliruannya yang nyata dalam putusannya yang menghukum terdakwa.
Pada tingkat kasasi, Rusadi dihukum empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta. Namun, hukuman mengganti kerugian negara senilai Rp1,3 miliar yang dijatuhkan oleh majelis hakim pengadilan pertama dihapuskan pada putusan tingkat banding dan kasasi.


Lima bukti baru yang diajukan oleh Rusadi di antaranya perjanjian pelaksanaan pengadaan tinta sidik jari Pemilu Legislatif 2004 yang ditandatangani oleh Wakil Sekjen KPU, Susongko Suhardjo, dan Direktur Utama PT Cipta Tora Utama, Hasan Fatoni. Karena Wasekjen KPU yang menandatangani perjanjian itu, maka seharusnya secara hukum Wasekjen yang secara hukum bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan tinta Pemilu.
Selain itu, dalam bukti-bukti tersebut terdapat bukti kuitansi pembayaran yang ditujukan pada kepala biro keuangan KPU sebagai bukti baru, karena masalah pembayaran dilakukan oleh Biro Keuangan KPU, maka sebagai ketua panitia pengadaan Prof. Rusady sama sekali tidak berurusan dengan masalah harga dan pembayaran.
Berdasarkan bukti – bukti yang ada tersebut sebenarnya Prof. Rusady tidak dapat didakwa dengan dakwaan Pidana atau Perdata karena tidak ditemukan adanya unsur pelanggaran Pidana atau Perdata yang ada hanyalah sebuah kesalahan prosedur dalam proses penunjukan langsung, dan seharusnya apabila Prof. Rusady akan diberikan hukuman akan kelalaiannya cukup dengan Sanksi administrasi pun sudah cukup.
Kembali kepada Keppres No. 80/2003, sebenarnya peraturan ini masih banyak celah dalam pelaksanaannya. Walaupun Peraturan ini sudah beberapa kali di revisi, tetapi perubahannya hanya bersifat sementara sehingga mengakibatkan peraturan ini agak melenceng dari tujuan awal agar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Selain itu dalam Keppres ini dirasa kurang lengkap, karena secara keseluruhan ini Keppres ini lebih kepada Metode pelelangan umum, tidak dijelaskan bagaimana tata cara pengadaan lainnya seperti Pelelangan terbatas, Pemilihan langsung, dan penunjukan langsung.
Keppres ini pun tidak menilai barang/jasa berdasarkan kualitas yang baik dan lebih melihat dari penawaran harga terendah maka barang/jasa yang dihasilkan pun tidak berkualitas, sehingga barang/jasa yang diterima lebih cepat rusak, tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga hal ini menyebabkan inefisiensi karena apabila barang/jasa bekualitas buruk dan tidak tahan lama, maka pemerintah akan lebih sering melakukan pengadaan barang dan jasa, sehingga terjadi pemborosan anggaran.

No comments: