Beberapa waktu
yang lalu Cyrus Network Research and Consulting melakukan survey mengenai
peluang incumbent Ahok, Tri Rismaharini dan Ridwan Kamil memipin Jakarta,
hasilnya dari empat nama yang disodorkan, Ahok memperoleh suara 37,3
persen, Ridwan 23,8 persen, Risma 18,3 persen dan Djarot Saiful Hidayat 6,3
persen. Sedangkan dari segi popularitas, Ahok memperoleh dukungan 96 persen,
Risma 74 persen, dan Ridwan 73 persen.
Menariknya dari calon-calon tersebut
mayoritas tidak mempunyai ikatan yang kuat dengan parpol, bahkan cenderung
independen. Ahok yang merupakan Gubernur Jakarta saat ini, walaupun pada saat
maju sebagai wakil gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Joko Widodo pada
tahun 2012 diusung oleh Partai PDI Perjuangan dan Gerindra, tetapi pasca perhelatan
pilpres 2014 beliau mengundurkan diri dari partai Gerindra yang mengusungnya,
sehingga saat ini Ahok tidak terikat dengan parpol manapun. Untuk Ridwan Kamil,
walaupun beliau diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra pada saat
Pemilukada Kota Bandung tahun 2013, Ridwan Kamil bukanlah kader dari partai
pengusungnya dan cenderung independen. Sedangkan Tri Rismaharini tercatat
sebagai kader PDI Perjuangan, akan tetapi hubungan Tri Rismaharini dengan PDI
Perjuangan tidak begitu erat, beliau jarang sekali mengikuti kegiatan partai,
bahkan beberapa waktu yang lalu Tri Rismaharini hampir di makzulkan oleh
parlemen dimana PDI Perjuangan termasuk yang mendukung pemakzulan Tri
Rismaharini.
Sementara itu dalam survey yang di rilis
oleh cyrus mengenai jalur pencalonan gubernur hasilnya adalah Jalur partai politik: 34,8 persen,Jalur independen: 44,8 persen, Tidak tahu/ tidak menjawab: 20,4 persen. Hasil survey tersebut
merupakan sebuah warning bagi partai politik yang selama ini menjadi kendaraan
bagi calon kepala daerah, ini juga merupakan indikator kepercayaan masyarakat
kepada partai politik yang mulai luntur.
Ridwan Kamil
Walikota Bandung yang mulai menjabat
sejak 16 September 2013 ini mempunyai latar belakang sebagai arsitek dan ahli
tata kota. Selama memimpin banyak merubah wajah kota bandung diantaranya adalah
penataan ruang terbuka untuk publik berupa taman-taman tematik yang bertujuan
utuk meningkatkan index of happines warga kota, menertibkan PKL, menggerakan
partisipatif masyarakat dalam memelihara kota bandung, layanan pengaduan media
sosial yang lebih responsif, menyediakan bus gratis untuk pelajar. Dalam bidang
birokrasi Ridwan Kamil membuat command centre untuk memantau aktivitas kota Bandung,membuat
bansos online untuk meminimalisir resiko penyalahgunaan dana bansos yang
terjadi di era kepemimpinan walikota sebelumnya, dan yang terkini adalah
membuat kredit UKM tanpa bunga bagi masyarakat Kota Bandung. Walaupun banyak
kemajuan yang terlihat di Kota Bandung dibawah kepemimpinan Ridwan Kamil, masih
banyak masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini, diantaranya adalah
kemacetan, banjir, anak jalanan, dan masalah sosial lainnya. Saat ini masih belum
ada upaya yang nyata dalam mengatasi kemacetan di Kota Bandung, minimnya
transportasi massal yang memadai masih menjadi masalah terbesar di Kota
Bandung, program pembangunan transportasi massal saat ini masih sering maju
mundur dan berubah-ubah tanpa realisasi yang jelas. Banjir cileuncang juga
masih sering terjadi di beberapa titik Kota Bandung yang menimbulkan kemacetan
lalu lintas.
Berdasarkan kinerja Ridwan Kamil dalam
memimpin Kota Bandung saat ini lalu dihadapkan dengan tantangan masalah DKI
Jakarta yang sangat pelik yaitu kemacetan dan banjir, rasanya beliau masih belum
layak untuk memimpin Jakarta walaupun banyak prestasi yang telah ditorehkan
dalam memimpin Kota Bandung, alangkah lebih baik jika Ridwan Kamil
menyelesaikan masa tugas kepemimpinannya dan menyelesaikan masalah-masalah yang
belum terselesaikan di Kota Bandung saat ini. Dari segi politis karakter Ridwan
Kamil masih belum kuat dalam menghadapi persoalan politik di Jakarta yang
sangat rumit, selain itu masa pemerintahannya yang tergolong belum lama dan
baru berakhir di tahun 2018 masih belum bisa dijadikan tolak ukur
keberhasilannya. Mungkin dimasa yang akan datang apabila Ridwan Kamil sukses
mengatasi masalah-masalah yang tersisa di Kota Bandung beliau akan layak
menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tri Rismaharini
Walikota Surabaya yang menjabat sejak
tanggal 28 September 2010 ini merupakan walikota yang berlatar belakang sebagai
birokrat. Selama memimpin Kota Surabaya hampir lima tahun, dimana tahun ini
merupakan tahun terakhir masa jabatannya sebagai walikota Surabaya banyak kebijakan
yang merubah wajah kota terbesar kedua di Indonesia ini menjadi lebih baik,
sebagai birokrat yang mempunyai pengalaman di bidang penataan kota dan taman,
Tri Rismaharini menyulap kawasan ruang terbuka publik di Surabaya yang tadinya
sempat kumuh menjadi lebih baik, kawasan pedestrian yang tertata, usahanya
tersebut telah diganjar oleh berbagai penghargaan di tingkat internastional
terkait penataan kota. Dalam bidang birokrasi, Tri Rismaharini telah banyak
menciptakan inovasi-inovasi dalam birokrasi, salah satunya adalah membentuk
smart city yang terintegrasi untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien
serta bersih dari tindakan KKN. Dalam bidang sosial, keberaniannya untuk
menutup pusat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara yang telah bertahun-tahun
hidup patut di apresiasi. Seperti masalah kota besar lainnya, Kota Surabaya tak
luput dari masalah kemacetan dan minimnya sarana transportasi massal, untuk
masalah ini Kota Surabaya masih belum memperoleh solusinya, berbagai usaha yang
dilakukan banyak menemui kendala, dalam hal pembangunan transportasi massal
sempat terjadi konflik kepentingan dengan Gubernur Jawa Timur yang lebih
menginnginkan adanya tol dalam kota Surabaya, sedangkan walikota lebih
menginginkan transportasi massal berbentuk tram yang merupakan transportasi
yang sempat berjaya di Surabaya pada masa perang kemerdekaan. Dalam prsepektif
politik, Tri Rismaharini sempat menghadapi beberapa benturan politik semasa
menjabat sebagai walikota Surabaya, yang pertama adalah pada tahun 2011 dimana
beliau sempat akan di makzulkan oleh DPRD Kota Surabaya akibat kenaikan pajak
reklame, ironisnya partai yang mengusung beliau sebagai walikota ikut mendukung
untuk menurunkan Tri Rismaharini dari kursi walikota Surabaya. Benturan politik
berikutnya adalah hubungan dengan wakil walikota Surabaya yang tidak harmonis. Berkat
dukungan yang kuat dari warga Surabaya yang mengapresiasi kinerja beliau
benturan politik tersebut berhasil dilewati tanpa mempengaruhi kinerjanya dalam
mengelola Kota Surabaya.
Peluang Tri Rismaharini dalam memimpin
DKI Jakarta tergantung dari dinamika politik di Kota Surabaya, tahun 2015 ini merupakan
tahun terakhirnya menjabat sebagai walikota Surabaya. Belum ada pertanda beliau
kembali mencalonkan diri sebagai calon walikota Surabaya, walaupun partai yang
mengusungnya yaitu PDI Perjuangan menyatakan akan kembali mengusung Tri
Rismaharini sebagai calon walikota Surabaya pada PEMILUKADA tahun 2015 ini. Akan
menarik sekiranya jika beliau tidak mencalonkan diri sebagai walikota Surabaya
di periode selanjutnya, maka peluangnya untuk masuk dalam bursa Gubernur DKI
Jakarta semakin besar, berdasarkan pengalamannya menghadapi benturan politik di
Surabaya, beliau dinilai akan mampu menghadapi dinamika politik di DKI Jakarta
yang lebih keras. Dari prsepektif kebijakan publik, belum tuntasnya pekerjaan
beliau dalam mengatasi kemacetan dan memperbaiki transportasi massal di
Surabaya, menimbulkan sebuah keraguan mampukah beliau mengatasi permasalahan
utama Kota Metropolitan Jakarta saat ini, yaitu kemacetan dan banjir.
Munculnya kedua tokoh tersebut dalam
survey yang dilakukan oleh Cyrus Network
Research and Consulting tersebut menunjukan bahwa masyarakat di Jakarta
membutuhkan pemimpin yang berani dan professional dalam mengatasi
masalah-masalah yang ada di kotanya, masyarakat di Jakarta cenderung rasional
dalam menentukan pemimpinnya, tidak ada lagi dikotomi bahwa Jakarta harus dipimpin
oleh pemimpin yang berasal dari orang lokal Jakarta, asalkan pemimpin tersebut
memiliki rekam jejak yang baik dan terbukti bisa mengatasi
permasalahan-permasalahan yang dimiliki oleh sebuah kota maka masyarakat akan
memilihnya. Hal tersebut baik untuk iklim demokrasi di negara kita, dan juga
mendorong pemimpin-pemimpin di tingkat lokal untuk terus berprestasi apabila
ingin meningkatkan kepemimpinannya di tingkat nasional.