Siklus Banjir besar 5 tahunan
kembali melanda Ibukota negara ini, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah
banjir yang konon sudah sering terjadi sejak zaman penjajahan Belanda dahulu
kala Dimana Jakarta masih bernama Batavia, lalu apa sebenarnya yang menjadi
penyebab banjir di Jakarta ini dan darimana air penyebab banjir itu berasal?.
Masih ingat siklus hidrologi? siklus hidrologi ini pernah dipelajari di mata
pelajaran geografi di SMP atau SMA Dimana air laut yang mengalami
evaporasi(penguapan) dibawa awan ke daerah daratan hingga pegunungan dan di
daratan itulah air hasil evaporasi diturunkan melalui hujan. Air hujan tersebut
secara ilmiah sebagian besar mengalami infiltrasi(menyerap ke tanah) sebanyak
85 % dan sisanya melalui permukaan tanah berupa saluran air dari gorong-gorong
hingga sungai sebanyak 15 %. Baik air yang menyerap ke tanah maupun melalui
permukaan tanah berupa saluran air, keduanya akan kembali ke laut. Akan tetapi
air yang melalui permukaan akan lebih cepat sampai laut dan air yang menyerap
ke tanah secara pelan-pelan berjalan ke laut melalui bawah tanah dan selama
musim kemarau manusia dapat memanfaatkan air bawah tanah ini. Dari siklus
hidrologi tersebut kita dapat mengetahui apa penyebab banjir di Jakarta mulai
dari Hulu di daerah Bogor, hingga hilir di teluk Jakarta.
Daerah hulu kawasan Bopuncur
Kawasan Bopuncur(Bogor, Puncak,
Cianjur) ini mempunyai peranan sangat vital dalam bagian siklus hidrologi
sebagai wilayah untuk penyerapan air hujan dan juga merupakan hulu sungai
Ciliwung yang merupakan sungai terbesar yang melalui Jakarta. Sayang sekali
kondisi wilayah ini semakin hari semakin kritis, di daerah Puncak saat ini
telah berubah dari hutan daerah pegunungan menjadi hutan beton dimana
vila-villa, taman rekreasi, perkebunan semakin banyak sehingga daerah tangkapan
hujan dan daya serap tanah terhadap air semakin rendah dan dampaknya air hujan
yang turun di daerah tersebut langsung melimpas melalui saluran air dan sungai.
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Setelah rusaknya lingkungan di
kawasan hulu, Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai peranan penting dalam siklus
hidrologi, dimana limpahan air yang tidak dapat menyerap ke tanah akan melalui
sungai. Saat ini DAS Ciliwung juga mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh
ulah manusia juga, mulai dari pendangkalan, penyempitan, hingga pencemaran air
sungai. DAS Ciliwung ini tidak mempunyai kendali semacam waduk atau bendungan,
memang ada bendungan Katulampa yang dibangun sejak zaman Belanda, tapi
bendungan ini tidak mempunyai fungsi sebagai pengendali air, bendungan ini
digunakan hanya untuk memantau kondisi debit air yang melalui Ciliwung agar
masyarakat di DAS Ciliwung mulai dari Bogor hingga Jakarta waspada akan adanya
potensi banjir yang diakibatkan besarnya volume air yang melalui sungai
Ciliwung.
Secara alamiah sungai itu
seharusnya semakin ke hilir semakin lebar dan dalam, akan tetapi sungai
Ciliwung semakin ke daerah hilir justru semakin menyempit, hal ini diakibatkan
adanya pembangunan rumah-rumah di bantaran kali Ciliwung yang sulit untuk
ditertibkan ditambah rumah di bantaran kali tersebut membuang sampah di sungai
makin rumitlah persoalan, sudah sungai semakin sempit, adanya sedimentasi
lumpur, ditambah lagi adanya sumbatan sampah yang memenuhi sungai yang
mengakibatkan aliran air terhambat, imbasnya kembali kepada penduduk yang
mempunyai rumah di bantaran sungai Ciliwung akan sering dilanda banjir setiap
hujan. Selain harus di keruk dan diperlebar, seharusnya Ciliwung ini mempunyai
pengendali di daerah alirannya seperti waduk untuk menjadi penampungan air
sementara jika terjadi banjir sehingga air tidak langsung mengalir ke Jakarta
dan waduk tersebut dapat menjadi sumber air disaat musim kemarau, rencananya
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan bekerja
sama membangun waduk di daerah Ciawi, Bogor sebagai pengendali banjir, semoga
saja pembangunan waduk tersebut bisa terwujud.
Kanal Banjir Barat
Sejak Tahun 1920 Jakarta sudah
mempunyai kanal banjir yaitu kanal Banjir Barat yang membentang dari Manggarai
ke arah barat melewati Pasar Rumput sampai Pluit, kanal banjir ini merupakan
ide Pemerintah Kota Batavia yang mempunyai fungsi membagi air sungai Ciliwung
di pintu air Manggarai agar tidak melalui pusat kota, sehingga wilayah Jakarta
Pusat sekarang seperti Istana Negara, Mesjid Istiqlal tidak mengalami banjir,
Pembangunan kanal banjir ini awalnya cukup efektif untuk mengurangi beban
sungai Ciliwung yang besar, akan tetapi dalam siklus banjir besar 5 tahunan
tetap saja kanal Banjir Barat ini tidak dapat menampung derasnya air sungai
Ciliwung sehingga pintu air ke arah Ciliwung lama yang melalui Istana Negara
harus dibuka sehingga Presiden harus ikut berbanjir ria di istana. Sementara
muara Kanal Banjir Barat ini di daerah peluit dibagi lagi pada tahun 1983
dengan dibangunnya Cengkareng Drain untuk membantu aliran air dari Kanal Banjir
Barat menuju laut, karena muara Kanal Banjir Barat yaitu waduk Pluit sudah
tidak cukup menampung luapan air dari Kanal Banjir Barat. Perlu kita ketahui
bahwa sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut sehingga air
sungai maupun air dari kanal sulit untuk menuju laut, di Pluit dibangun waduk dengan pompa air raksasa untuk
menyedot air dari waduk menuju laut. Di Banjir besar tahun 2013 ini Pluit
merupakan daerah terparah yang tergenang air dan sulit untuk surut, hal ini di
akibatkan oleh matinya listrik sehingga pompa raksasa di waduk Pluit tidak
dapat berfungsi untuk menyedot air dari waduk, sedangkan faktor lainnya adalah
maraknya reklamasi pantai di daerah tersebut seperti di Pantai indah Kapuk
dimana tanah reklamasi tersebut lebih tinggi daripada daratan, sehingga aliran
air menuju laut sulit untuk menuju laut . Untuk penyebab tenggelamnya jantung
Kota Jakarta di daerah Bundaran HI hingga peristiwa Basement UOB Plaza, hal ini
disebabkan oleh jebolnya tanggul Kanal Banjir Barat di daerah Jalan
Latuharhary, sehingga air dari Kanal Banjir Barat yang deras masuk ke Basement
Plaza UOB dan menggenangi kawasan Jalan MH. Thamrin dan Bundaran HI.
Kanal Banjir Timur
Kanal Banjir Timur ini baru saja
selesai tahun 2010 oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian
Pekerjaan Umum dan pembebasan lahannya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta , kanal banjir ini merupakan ide turunan Belanda dulu dimana ada Kanal
Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur yang melalui pinggiran Kota Jakarta. Kanal
Banjir Timur saat ini membentang dari daerah Cipinang hingga daerah Marunda,
Jakarta Utara. Walau sudah selesai, Kanal Banjir Timur ini belum efektif
digunakan, hal ini dikarenakan belum terhubungnya Kanal Banjir Timur dengan
sungai Ciliwung dan belum dibangunnya Waduk di daerah Marunda, Jakarta Utara.
Sedangkan Pemerintah Pusat saat ini sedang membuat rencana sudetan Ciliwung ke
Banjir Kanal Timur di daerah Cipinang dengan bentuk terowongan air sepanjang
2,5 Km untuk mengatasi meluapnya air sungai Ciliwung.
Daya Serap Air di Jakarta
Jika melihat dari foto udara,
wilayah Jakarta penuh dengan bangunan-bangunan, naik itu gedung perkantoran,
apartemen, pemukiman penduduk, pabrik,dan pusat perbelanjaan. Sangat minim
sekali tempat atau ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi sebagai penyerap
air hujan ke dalam tanah. Jika kita perhatikan nama-nama daerah di Jakarta,
banyak sekali daerah yang berawalan dengan nama Rawa, memang benar sekali
daerah itu dahulunya rawa, danau atau situ yang diperuntukkan untuk menyerap
dan menampung air hujan di Jakarta. Proyeksi pemerintah akan kebutuhan ruang
terbuka hijau di Jakarta semakin menurun, di era orde lama di proyeksikan ruang
terbuka hijau sebesar 38 %, era orde baru 28 % dan era Reformasi semakin
menurun menjadi 13 %, sedangkan ruang terbuka hijau di Jakarta saat ini
berkisar antara 3-5 % dan itupun semakin menyusut. Beberapa daerah ruang
terbuka hijau yang telah berubah fungsi contohnya adalah di kawasan Senayan,
kawasan tersebut diperuntukkan untuk arena olah raga dan ruang terbuka hijau,
tapi saat ini disekitarnya dibangun beberapa gedung, mulai dari pusat
perbelanjaan Senayan City, FX, Ratu Plaza, hingga hotel Sultan, Mulia, Century Park.
Di daerah Grogol yang dulunya merupakan rawa untuk menampung air dari Kali
Grogol kini sudah berfungsi menjadi pusat perbelanjaan Mall Taman Anggrek,
Central Park, Ciputra, Seasons City. Belum lagi di wilayah Kelapa Gading yang
dulunya merupakan rawa yang bermuara di Danau Sunter sudah berubah menjadi
perumahan mewah dan pusat perbelanjaan. Tidak mungkin untuk menghancurkan
bangunan-bangunan tersebut dan merubahnya
menjadi ruang terbuka hijau kembali, selain efek ekonomi, efek hukum pun akan
rumit karena bangunan-bangunan tersebut sudah mempunyai izin sebagai kekuatan
hukum tetap.
Solusi untuk mengatasi minimnya
daerah penyerapan air ke tanah di Jakarta adalah menggalakan sumur serapan.
Sumur serapan atau biopori ini berfungsi untuk menyerap air hujan sehingga air
hujan yang jatuh di atap rumah atau gedung tidak melimpas langsung ke saluran
air tapi masuk ke dalam sumur serapan, di musim kemarau warga pun tidak akan
kesulitan air karena cadangan air tanah Jakarta akan terjaga.
Kesimpulan
Penyebab banjir Jakarta selama
ini lebih dikarenakan oleh manusianya sendiri, mulai dari membangun vila-villa
di kawasan hulu sebagai tempat peristirahatan, membangun rumah di bantaran
sungai, pembangunan yang tidak pro lingkungan, pelanggaran akan tata kota yang
justru dilakukan oleh pemerintah. Solusi utama dalam masalah banjir ini adalah
kembalikan alam yang lestari, tuhan selalu seimbang dalam menciptakan alam bagi
kehidupan manusia, disaat keseimbangan alam rusak maka alam akan murka kepada
yang merusaknya. Rencana pembangunan
infrastruktur banjir seperti Deep Tunnel, Kanal Banjir, waduk, dan lainnya
tidak akan efektif tanpa dibarengi dengan upaya mengembalikan kelestarian alam
mulai mengembalikan fungsi alam di kawasan hulu dengan menertibkan vila-villa
di daerah tersebut, mengeruk dan memperlebar daerah aliran sungai Ciliwung yang
sedimentasinya tinggi baik oleh lumpur maupun sampah, untuk sampah ini ada
kaitannya dengan adanya pemukiman di bantaran kali yang sering kali membuang
sampah dikali bagai tong sampah raksasa, pemukiman di bantaran kali ini harus
ditertibkan dan diberikan fasilitas pembuangan sampah yang memadai seperti bak
sampah, dan sampah tersebut harus rutin diangkut untuk menghindari penumpukan sampah.
Meningkatkan lahan terbuka hijau sebagai tempat penyerapan air dan penggalakan
program sumur serapan, serta tertib kepada tata ruang yang sudah ditetapkan
dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.