Kebutuhan transportasi publik di Indonesia saat ini sudah sangat mendesak, terutama di pulau jawa yang merupakan pulau terpadat di Indonesia dan juga pusat kegiatan ekonomi di Indonesia. Kemajuan ekonomi yang berimbas kepada semakin besarnya kebutuhan akan transportasi publik menimbulkan masalah yang cukup pelik. Beban jalan raya di pulau jawa semakin berat oleh semakin bertambahnya kendaraan tidak di iringi dengan pertumbuhan jalan yang memadai membuat laju kendaraan terhambat. Disaat jalan raya tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu sebuah alternatif lain.
Kereta Api merupakan salah satu alternatif untuk menyelesaikan masalah transportasi publik yang tidak memadai tersebut, saat ini jalur kereta api di pulau jawa khususnya pantura telah di tingkatkan kapasitasnya melalui pembangunan rel double track Jakarta-Surabaya, dengan pembangunan rel double track tersebut diharapkan dapat meningkatkan alur distribusi dan transportasi di pulau jawa terutama jalur pantura yang merupakan urat nadi perekonomian pulau jawa. Namun setelah selesainya pembangunan jalur kereta api double track tersebut, ternyata masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah transportasi di pulau jawa.
Pada tahun 2013 Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sempat muncul gagasan untuk membangun sistem kereta api cepat seperti yang dilakukan di negara maju seperti Jepang dengan Shinkansen atau Prancis dengan TGV, gagasan tersebut muncul dikarenakan adanya tawaran investasi dari Japan International Cooperation Agency (JICA), kemudian menteri perhubungan pada saat itu EE.Mangindaan merespon positif rencana tersebut dan sebagai tahap awal akan dilakukan kajian awal dengan tiga opsi rute. Tiga opsi rute ini, Jakarta-Surabaya melewati Cirebon dan Semarang. Kedua, Jakarta-Surabaya melalui Bandung, Cirebon dan Semarang. Ketiga, Jakarta-Surabaya melalui Cikarang, Bandung, Cirebon dan Semarang.
Terjadinya pergantian pimpinan di pucuk pemerintahan membuat gagasan pembangunan kereta cepat ini terbengkalai, hingga pada medio Januari 2015 Presiden Joko Widodo melalui Kepala Bappenas memutuskan untuk membatalkan proyek kereta tersebut dengan alasan daya beli berdasarkan pendapatan perkapita masyarakat tidak dapat memenuhi nilai investasi yang ditanamkan untuk pembangunan kereta cepat . Akan tetapi pada bulan Maret 2015, setelah kunjungan ke Jepang dan Tiongkok, dimana pada saat itu Presiden Joko Widodo sempat merasakan layanan kereta api cepat Shinkansen dalam lawatan dari Tokyo ke Nagoya. Sepulangnya kembali ke tanah air Presiden menyatakan tertarik membangun kereta cepat di Indonesia, khususnya pulau Jawa.
Dilanjutkannya kembali rencana pembangunan kereta api cepat di era kepemimpinan presiden Joko Widodo dikarenakan adanya tambahan investor yang berminat menggarap proyek tersebut, jika di era kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya JICA saja yang tertarik, kali ini investor dari Tiongkok juga menyatakan berminat terhadap investasi kereta api cepat di Indonesia. Proyek ini dilanjutkan karena pemerintah ingin melihat berbagai jenis kajian yang dilakukan oleh investor terhadap proyek kereta cepat di pulau jawa, dengan banyaknya kajian yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh model yang tepat untuk pembangunan proyek kereta cepat ini.
Terkait pendanaan proyek ini diharapkan tidak bersumber dari negara, melainkan murni dana investasi dari pihak investor, pemerintah hanya memberikan arahan serta izin prinsip terhadap pelaksanaan pembangunan kereta api cepat ini. Karena apabila menggunakan dana APBN akan menguras dana yang sangat besar dan akan menimbulkan ketidak adilan dengan daerah lain diluar pulau jawa. Sebaiknya dana APBN digunakan untuk membangun infrastruktur kereta api yang belum memadai diluar pulau jawa, seperti pembangunan jalur kereta api lintas Sumatera yang membentang dari Banda Aceh hingga Bakaheuni, kereta api di Papua, Sulawesi, hingga pulau Kalimantan.
Tantangan kedepan mengenai kelanjutan proyek ini sangat sulit. Pertama terkait pembebasan lahan di pulau jawa yang sangat sulit dan mahal, proyek tol trans Jawa yang sama-sama menghubungkan Jakarta dengan Surabaya saja yang dicanangkan sejak era orde baru sampai sekarang masih belum selesai. Kedua terkait imbal balik investasi yang diperkirakan cukup lama sekitar 30-50 tahun sejak pembangunan kereta cepat dilaksanakan, hal ini disebabkan masih rendahnya pendapatan perkapita Indonesia, dan apabila kereta cepat ini mulai di operasikan maka tarif yang dibebankan kepada penumpang akan sangat mahal, maka hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan oleh investor sebelum melaksanakan proyek ini.
Untuk jalur lintasan kereta cepat yang saat ini terdapat tiga opsi yaitu : Pertama, Jakarta-Surabaya melewati Cirebon dan Semarang. Kedua, Jakarta-Surabaya melalui Bandung, Cirebon dan Semarang. Ketiga, Jakarta-Surabaya melalui Cikarang, Bandung, Cirebon dan Semarang. Opsi pertama merupakan lintasan paling ideal, karena lebih mudah dalam melaksanakan pembangunan, terkait dengan daerah yang cenderung datar dan jarak tempuh yang lebih pendek sehingga dana yang dikeluarkan untuk pembangunan proyek ini lebih efisien, dibandingkan dengan opsi lainnya yaitu melalui Bandung, karenakan kontur daratan menuju dan dari Bandung cenderung berbukit-bukit sehingga menyulitkan dalam proses kontruksi jalur kereta cepat, selain itu jika kedepannya dilanjutkan hingga ke Surabaya rute yang ditempuh sedikit memutar ke selatan, dan kurang efisien dalam jarak serta waktu tempuh.
Saat ini kebutuhan akan kereta api cepat memang belum begitu penting, persaingan kedepannya akan head to head dengan transportasi udara jika melihat kemungkinan waktu tempuh yang dibutuhkan dari Jakarta ke Surabaya selama kurang lebih tiga jam, kereta api cepat ini cukup kompetitif kedepannya dengan transportasi udara, karena transportasi udara masih membutuhkan waktu untuk check-in dan juga letak bandar udara yang agak jauh dari pusat kota, dibandingkan dengan kereta api yang stasiunnya bisa langsung mengakses pusat kota. Untuk kelanjutan proyek ini tergantung dari niat pihak investor yang berani menanamkan investasi untuk kereta cepat dengan tantangan-tantangan yang ada, sedangkan peran pemerintah sifatnya hanya memfasilitasi investor untuk mengembangkan transportasi kereta api di pulau Jawa.