Jakarta Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dimana merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, dan bisnis. Mempunyai potensi yang sangat besar dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya terutama dari retribusi parkir, tetapi pesatnya laju pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di jakarta yang tidak di iringi dengan laju pertambahan lahan parkir yang semakin sempit.
Berdasarkan data yang diperoleh yang menyebutkan bahwa lahan parkir di kota Jakarta semakin berkurang karena adanya penyempitan lahan parkir akibat pembangunan di sektor yang lain sehingga menyebabkan penurunan pendapatan dari retribusi parkir, dan mengakibatkan target pendapatan retribusi parkir pada tahun 2008 tidak memenuhi target dimana pada tahun 2008 pemerintah mematok target pendapatan dari retribusi parkir sebesar Rp. 25 Miliar sedangkan realisasi pendapatan retribusi parkir pada akhir tahun 2008 hanya sebesar Rp. 19 Miliar. Tidak tercapainya target tersebut mengakibatkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurangi target pendapatan dari retribusi parkir pada tahun 2009. Dari Rp. 25 Miliar menjadi Rp. 20 Miliar.
Dari beberapa sumber lain yang saya temukan ternyata penurunan retribusi parkir tersebut bukan hanya disebabkan oleh berkurangnya lahan parkir di Ibukota melainkan adanya kebocoran dalam pengelolaan parkir, sering kali jumlah yang diterima dan disetorkan tidak jelas dan adanya parkir liar yang tidak resmi yang biasanya berada diluar peta parkir provinsi DKI Jakarta, parkir liar itu terjadi kembali akibat minimnya lahan parkir di Ibukota sehingga pemilik kendaraan bermotor banyak yang memarkirkan kendaraannya diluar gedung atau di pinggir jalan raya sehingga menimbulkan kemacetan.
Dari berbagai masalah yang muncul tersebut saya mencoba menganalisis masalah yang terjadi. Adanya kebocoran parkir menurut saya lebih diakibatkan masih belum baiknya sistem pengelolaan parkir di DKI Jakarta, seharusnya dilakukan pemantauan penerimaan dengan mekanisme dan sistem pengumpul retribusi yang transparan, lalu dinas yang terkait melakukan pengawasan intensif terhadap juru parkir dalam penerimaan dan penyetoran hasil parkir.
Mengenai masalah parkir liar, pemerintah provinsi DKI Jakarta seharusnya bertindak tegas kepada operator parkir liar, akan tetapi pemerintah juga harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah lahan parkir yang semakin sempit dengan menyediakan lahan/gedung parkir yang memadai untuk menampung jumlah kendaraan yang semakin meningkat pesat, dan apabila masalah tersebut terselesaikan pemerintah bisa memberikan semacam reward kepada pengguna parkir resmi, misalnya karcis parkir gratis kepada pengguna parkir yang sudah beberapa kali parkir di tempat yang sama.
Selain itu pemerintah dapat melibatkan peran swasta dalam mengelola parkir, bentuknya bisa seperti pemerintah menyediakan gedung atau lahan parkir sedangkan pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta, dimana dalam pengelolaannya tersebut adanya pembagian hasil keuntungan secara adil antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan pengelola parkir tersebut.
Kenaikan tarif parkir juga bisa menjadi solusi bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta yang ingin agar pendapatan asli daerah dari retribusi parkir dapat meningkat, walau dapat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, menurut saya hal ini adalah hal yang wajar, pertama kenaikan tarif parkir ini dapat memacu warga jakarta agar lebih menggunakan angkutan umum massal, dengan catatan pemerintah DKI Jakarta telah menyediakan angkutan umum massal yang terjangkau, aman, dan cepat. Karena apabila dengan tarif parkir yang tinggi, warga Jakarta akan berhitung ulang untuk membawa kendaraan pribadi jika akan berpergian di seputar Jakarta yang akan berdampat positif kedepannya terhadap kepadatan lalu lintas di kota Jakarta yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Walaupun dengan tarif parkir yang tinggi dan jumlah kendaraan yang diparkir akan berkurang, pemerintah DKI Jakarta bisa mendapatkan sumber pendapatan lainnya seperti Angkutan umum massal, karena semakin banyaknya warga masyarakat yang menggunakan angkutan umum massal.